Sungai pun mengalir ke dalam hati mereka, pasukan yang datang dari sisi Allah menguasai dan melindungi mereka.
Pasukan itu menjaga dan memuliakannya, memalingkan hatinya dari makhluk. Semua itu berada di luar akal pikirannya.
Saat itulah mereka harus menghadapi manusia. Mereka seolah-olah menjadi seorang dokter dan orang-orang adalah orang-orang yang sedang sakit.
Celakalah engkau, engkau mengaku sebagai bagian dari kelompok mereka, apa tandanya...?
Pertanda apa yang engkau miliki bahwa engkau dekat dengan Allah Swt...?
Pada kedudukan seperti apa antara engkau dan Tuhanmu...?
Apa nama dan julukanmu yang tertera di kerajaan langit...?
Dengan apakah pintumu di tutup setiap malam...?
Apakah makan dan minummu syubhat atau mutlak halal...?
Apakah engkau berbaring di dunia atau akhirat atau mendekat kepada Allah Azza wa Jalla...?
Siapakah temanmu di waktu sepi...?
Siapa yang menghiburmu di kala sendiri...?
Sungguh dusta, temanmu ternyata adalah nafsu, syetan, syahwat dan pikiran duniawi.
Kawanmu saat sendiri adalah setan berbentuk manusia yang menjadi teman jahat dan teman berbincang saja.
Pendeknya, ini bukan hanya sekadar bermain-main dan diakui begitu saja,
ucapanmu dan pengakuanmu dalam hal ini seperti tidak berguna. Seharusnya engkau diam dan tidak bergerak di hadapan Allah Swt.
dan hindari buruknya etika. Sekali pun harus berbicara, bicaralah sesuatu yang dapat meningkatkan keberkahan dan dzikir.
Engkau tidak perlu mengaku-ngaku padahal hatimu kosong.
Setiap yang nampak tanpa diiringi hati, adalah kebohongan.
Tidakkah engkau mendengar sabda Rasulullah Saw "Tidaklah termasuk berpuasa orang yang selalu memakan daging manusia (ghibah)."
Beliau menegaskan bahwa puasa itu bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi harus diiringi dengan meninggalkan dosa.
Waspadalah terhadap ghibah, sesungguhnya ia akan memakan kebaikan seperti api melalap kayu bakar.
Orang yang bahagia tidak pernah membiasakannya,
orang yang diketahui suka melakukan ghibah, nyatalah dia termasuk orang yang rendah.